Jumat, 06 Februari 2015

Al Qur'an, Berbicara Tentang Penciptaan Alam Semesta

Pendahuluan: Al-Quran Dan Sains
Di antara salah satu dari sekian kemukjizatan al-Quran, adalah fakta bahwa kitab suci umat Islam ini juga menjadi sumber ilmu pengetahuan. Al-quran memuat pengetahuan di masa lampau maupun di masa yang akan datang. Para ahli, baik dari kalangan muslim maupun non muslim, berlomba untuk mengkaji dan menggali sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Al-Qur'an.
Mengenai hubungan al-Quran dan ilmu pengetahuan, ada dua pendapat yang berlainan.[1]
1)        Pertama, anggapan bahwa al-Quran tidak
mempunyai hubungan dengan ilmu pengetahuan (sains). Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada manusia untuk memberi petunjuk dan menerangkan tugas serta kewajiban manusia dan hukum-hukum yang berkenaan dengan akhirat.  Menurut pendapat ini, masalah kemukjizatan al-Quran dari segi sains atau ilmu pengetahuan justru hanya akan melemahkan dan mengeluarkan al-Quran dari tujuan diturunkannya serta menunjukkan intervensi al-Quran terhadap segala hal yang semestinya menjadi urusan akal manusia. Alasan kuat pendapat ini, adalah fakta bahwa sains atau ilmu pengetahuan itu bersifat relatif, bisa benar dan bisa juga salah; teori yang sekarang mapan dan diyakini kebenarannya bisa jadi terbantahkan di kemudian hari karena muncul teori baru yang lebih kuat dan lebih diyakini kebenarannya. Sedangkan al-Quran adalah wahyu Alloh yang pasti benar tak mungkin keliru.
2)        Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa al-Quran memiliki hubungan erat dengan sains atau ilmu pengetahuan, bahwa kemukjizatan ilmiah dalam al-Quran justru merupakan salah satu dari sekian bentuk penafsiran yang merupakan terobosan dan pembaruan dalam mengajak manusia untuk memperoleh petunjuk Alloh.
Pendapat yang pertama, benar meski tidak sepenuhnya benar. Alloh swt menghendaki bahwa pemberian petunjuk dan penerangan kepada manusia harus dicapai dengan berbagai sarana termasuk sains. Alloh swt Yang Maha Mengetahui mengajak berbicara kepada hamba-hambanya dengan sesuatu yang menyentuh hatinya dengan lembut dan halus, tetapi di sisi yang lain mengetuk akal manusia dengan sangat keras, yaitu lewat perenungan terhadap ayat-ayat kauniyah yang menjadi tanda-tanda ciptaan Tuhan. [2]

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fushilat: 53)

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَتَعْرِفُونَهَا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan". (QS. al-Naml: 93)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 190-191)

            Dalam al-Quran banyak disebut tentang langit dan bumi, matahari, bulan dan rotasinya, timur dan barat, galaksi, bintang dan planet, gejala siang dan malam, fajar dan senja, gelap dan terang, laut, sungai, mata air, angin, awan, tebal yang mengandung hujan tipis, kilat dan hujan, gunung yang menancap kuat di permukaan bumi dengan warna-warna yang putih, merah, hitam dan hitam, dan sebagainya. Disebutkan pula tentang hewan, seperti nyamuk, lebah, semut, laba-laba, dan sebagainya. Bahkan sadarkah kita bahwa wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad saw (QS. al-Alaq: 1-5), dalam salah satu ayatnya menyinggung tentang penciptaan manusia?

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS. al-A’laq: 2)

Betul bahwa sains atau ilmu pengetahuan itu relatif, berbagai eksperimen bisa benar dan bisa juga salah. Namun juga tidak semuanya relatif, beberapa hal yang sudah melalui uji eksperimental yang sangat teliti merupakan fakta objektif dengan tingkat kebenaran dan ketepatan yang sangat tinggi. Contohnya hukum Isaac Newton tentang gravitasi dan gerak. Temuan ini telah teruji kebenarannya dan menghasilkan teknologi tinggi yang membantu manusia menembus angkasa luar. Temuan ini juga memperkuat persepsi bahwa bumi itu bulat dan berputar, bintang dan bulan bergerak pada porosnya masing-masing. Fakta-fakta ini tidak dibatalkan oleh teori-teori yang muncul belakangan berkenaan dengan relativitas, posibilitas, keraguan, dan mekanisme kuantitatif.[3]
Fakta bahwa al-Quran memiliki hubungan dengan ilmu pengetahuan ini juga diakui oleh kalangan Barat. Salah satunya oleh Robert Jastrow sebagaimana dikutip Fuaz Noor dalam buku “Berpikir Seperti Nabi”. Robert Jastrow dengan nada sedikit guyonan berujar:
Para ilmuwan mendaki gunung ketidaktahuan. Mereka hampir saja menundukkan puncaknya yang tertinggi. Ketika mereka mencapai undakan batu teratas, mereka disambut oleh segerombolan teolog yang sudah duduk di sana selama berabad-abad.[4]
           
            Sangat menarik apa yang diungkapkan Robert Jastrow di atas, manusia dengan lelah dan letih mendaki gunung ketidaktahuan, bereksperimen melalui berbagai penelitian untuk memecahkan misteri alam raya. Tapi mereka ternyata dikejutkan oleh orang-orang yang seolah tanpa peluh telah mengetahui kesimpulan dari penelitian yang mereka lakukan. Siapakah mereka?, mereka adalah orang-orang yang merenungkan isyarat-isyarat ilmiah dalam al-Quran, yakni para ulama dan ilmuwan Islam.
            Jadi, al Quran memang bukan kitab ilmu pengetahuan, tapi al-Quran menyinggung fakta-fakta pengetahuan yang sangat tepat.
            Namun kendati seperti itu, tetap saja tidak boleh sembarang orang berbicara tentang al-Quran tanpa ilmu. Hanya orang tertentu saja yang sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang boleh berbicara atau menafsirkan al-Quran. sekali lagi harus ditegaskan, hanya orang tertentu saja yang sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang boleh berbicara atau menafsirkan al-Quran.

Teori-teori Sains Tentang Penciptaan Alam Semesta
Manusia berusaha memahami alam semesta ini dari zaman dahulu bahkan sampai sekarang. Pada jaman kejayaan Yunani, orang percaya bahwa Bumi merupakan pusat dari alam semesta ini ( Geosentrisme ). Namun, berkat pengamatan dan pemikiran yang lebih tajam, pandangan itu berubah sejak Zaman abad pertengahan yang dipelopori oleh Copernicus menjadi Heliosentrik, yaitu matahari menjadi pusat beredarnya bumi dan planet-planet lain.
Pengertian alam semesta itu sendiri mencakup tentang Mikrokosmos dan Makrokosmos. Mikrokosmos ialah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amoeba, dan sebagainya.Sedangkan makrokosmos ialah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet ataupun galaksi. Dengan diperolehnya berbagai pesan dan beraneka ragam cahaya dari benda-benda langit yang sampai di bumi.
Ada dua teori penciptaan alam semesta, dan satu sama lain saling bertentangan, yaitu:[5]
1)   Teori Keadaan Tetap (Steady state Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Fred Hoyle, Herman Bondi, Thomas Gold (1948). Teori ini berdasarkan prinsip kosmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta, dimana pun dan bilamanapun selalu sama. Berdasarkan prinsip tersebutlah alam semesta terjadi pada suatu saat tertentu dimasa yang telah lalu sampai sekarang. Segala sesuatu di alam semesta ini selalu tetap sama walaupun galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu sama lain. Teori ini ditunjang oleh kenyataan, bahwa galaksi baru mempunyai jumlah yang sebanding dengan galaksi lama.Dengan kata lain bahwa tiap-tiap galaksi yang terbentuk, tumbuh, menjadi tua, dan akhirnya mati, jadi, teori ini beranggapan bahwa alam semesta itu tak terhingga besarnya dan tak terhingga tuanya ( Tanpa awal dan tanpa akhir ).
2)   Teori Ledakan Besar (Big Bang Theory)
Teori ledakan ini bertolak dari asumsi adanya suatu massa yang sangat besar dan mempunyai berat jenis yang juga sangat besar. Kemudian massa tersebut meledak dengan hebat karena adanya reaksi inti (George Lemaitre, 1930). Massa itu kemudian berserak mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan. Setelah berjuta-juta tahun, massa yang berserak itu membentuk kelompok-kelompok galaksi yang ada sekarang. Mereka harus bergerak menjauhi titik pusatnya. Teori ini didukung oleh kenyataan dari pengamatan bahwa galaksi-galaksi itu memang bergerak menjauhi titik pusat yang sama. Selain itu, teori ini didukung oleh pakar astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan radiasi gelombang mikro.

Penciptaan Alam Semesta Menurut al-Quran: Alam Semesta Diciptakan Dari Ketiadaan

            Masalah penciptaan alam semesta sebenarnya adalah perkara ghaib, yang berarti tidak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh swt; Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong. (QS. al-Kahfi: 51). Namun ini juga tidak menghalangi kaum cendekiawan –berkat Islam—untuk terus melakukan penelitian dan pembahasan tentang ayat-ayat Alloh di alam raya agar manusia makin bertambah iman pada kekuasaan dan keesaan sang pencipta. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya...” (QS. al-Ankabut: 20)[6]
Ketika berbicara tentang penciptaan alam semesta, kita sepertinya tidak mungkin melupakan nama Adnan Oktar atau lebih dikenal dengan nama pena Harun Yahya. Penulis kenamaan asal Turki ini banyak berbicara tentang sains al-Quran dalam berbagai karyanya yang juga sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa buku karyanya yang berbicara mengenai penciptaan alam semesta dalam al Quran, di antaranya seperti buku “Keajaiban al-Quran”, “Pesona al-Quran”, “Penciptaan Alam Raya”, dan sebagainya.
Menurutnya, seabad yang lalu, penciptaan alam semesta adalah sesuatu yang diabaikan para ahli astronomi. Alasannya karena anggapan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu yang tak terbatas. Dalam mengkaji alam semesta, ilmuwan beranggapan bahwa jagat raya hanyalah akumulasi materi dan tidak mempunyai awal, tidak ada yang namanya penciptaan.[7]
Namun, anggapan di atas tidak bertahan selamanya. Tahun 1920-an adalah tahun terpenting dalam dunia astronomi modern. Pada tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa strukutr alam semesta tidaklah statis dan bahwa impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas Einstein. George Lemaitre adalah orang pertama yang menyadari apa arti perhitungan Friedman. Berdasarkan perhitungan ini, astronomer Belgia, Lemaitre, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia megembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiaton) dapat digunakan sebagai ukuran akibat (afermath) dari “sesuatu itu”.[8]
Pemikiran dua ilmuwan di atas tidak menarik banyak perhatian dan barangkali akan terabaikan kalau saja tidak ditemukan bukti pengamatan baru yang akan mengguncangkan dunia ilmiah pada tahun 1929. Tahun di mana astronomer Amerika Edwin Hubble menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi. Penemuan ini mengguncangkan landasan model alam semseta yang dipercaya saat itu.[9] Dari penemuan Hubble inilah yang selanjutnya akan dikenal dengan teori penciptaan Dentuman Besar (Bing Bang).
Dalam The Creation of Universe, Harun Yahya mengutip pernyataan seorang Profesor Kosmologi bernama Andre Linde. Andre Linde menyatakan:
Dalam bentuk standarnya, teori Dentuman Besar (Bing Bang) mengasumsikan bahwa semua bagian jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun, bagaimana semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka? Siapa yang memberi perintah?[10]

Pernyataan yang sangat menarik dari seorang ahli kosmologi. Sebuah pertanyaan yang tidak akan muncul kecuali dari akal fikiran yang sehat. Jawabannya bisa didapatkan dengan fikiran yang sehat pula, yaitu pikiran yang merenungkan alam semesta dengan bimbingan wahyu, dan memosisikan alam semesta ini sebagai tanda-tanda kebesaran Alloh swt.
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ...
Dia Pencipta langit dan bumi... (QS. al-An’am: 101)
            Bagaimana semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka? Siapa yang memberi perintah?.
            Alloh swt lah yang memberi perintah. Dia lah Tuhan, Sang Pengurus yang menciptakan dan mengurus semua ciptaannya.

1)   Proses Penciptaan: Alam Semesta Mengembang
Perhatikan ayat berikut ini:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?. (QS. al-Anbiya: 30)
            Ayat al-Quran di atas, menyatakan bahwa bumi dan langit asalnya adalah satu, sebelum Alloh swt memisahkannya. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Quraisy Shihab, ayat di atas tidak menjelaskan bagaimana proses pemisahan itu terjadi, tetapi isyarat yang ditegaskannya bahwa alam raya (bumi dan langit—penj) asalnya adalah satu adalah tepat. Pemisahan bumi dan langit tersebut dibenarkan oleh observasi para ilmuwan.[11]
            Observasi Edwin Hubble (1889-1953), melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya  pemuaian alam semesta. Ini berarti alam semesta berekspansi dan tidak statis (tetap).[12] Ketika mengamati sejumlah bintang dengan teleskop raksasanya, Hubble menemukan bahwa cahaya bintang bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi.[13]
            Menurut aturan fisika yang diketahui, spektrum berkas cahaya yang mendekati titik observasi cenderung ke arah ungu, sementara spektrum cahaya yang menjauhi titik observasi cenderung ke arah merah (seperti suara peluit kereta yang semakin samar ketika kereta semakin jauh dari pengamat). Pengamatan Hubble ini menunjukkan bahwa menurut hukum ini, benda-benda luar angkasa menjauh dari kita. Tidak lama kemudian Hubble membuat penemuan penting lagi; bintang-bintang tidak hanya menjauhi bumi; mereka juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil dari alam semesta di mana segala sesuatunya saling menjauh adalah bahwa alam semesta dengnan konstan “mengembang” atau “memuai”.[14]
Ekspansi itu, menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968), melahirkan seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi, sebelumnya, apabila ditarik kebelakang, semuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan yang dikenal dengan istilah Bing Bang.[15]
Pada tahun 1948, seorang ahli fisika, George Hamow, mengemukakan bahwa teori Bing Bang ini merupakan teori yang paling dapat diterima berkenaan dengan penafsiran pertumbuhan alam materi secara keseluruhan. Teori ini menggambarkan bahwa alam semesta pada awalnya ada dalam sebuah ruang yang besarnya tidak seberapa. Para ilmuwan menyebutnya ovum. Ovum alam raya in dalam tekanan yang sangat besar yang makin menambah tingkat kepdatannya, demikian juga suhu yang besar menjadikannya selalu berada dalam kondisi statis terhadap semua atom. Ketika itu terjadilah ledakan besar dalam waktu tertentu, yang menurut perhitungan ilmiah  yang paling kuat, sekitar 12-20 juta tahun yang lalu. Ledakan itu mengakibatkan galaksi saling berjauhan, kepadatan menjadi berkurang, dan suhu panas juga berkurang secara perlahan sehingga hal itu menjadi sarana paling penting yang membantu para ahli dalam memahami alam semesta.[16]
Sederhananya, alam semesta ini asalnya ada pada satu titik atau gumpalan yang kemudian meledak, dan dari ledakan itu terbentuklah alam semesta yang terdiri dari bintang planet-planet, dsb. Barangkali inilah yang diisyaratkan oleh Alloh swt dalam al-Quran bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (QS. al-Anbiya: 30).
Tadinya, penemuan ini diduga sebagai suatu kesalahan, tetapi lama kelamaan diterima oleh banyak ilmuwan, akhirnya mereka menyatakan adanya apa yang dinamai “The Expanding Universe”. Menurut teori ini, alam semesta bersifat seperti balon atau gelembung karet yang sedang ditiup ke segala arah. Langit yang kita lihat sekarang sebenarnya semakin tinggi dan semakin mengembang ke segala arah dengan kecepatan yang luar biasa.[17]
Ini juga yang nampaknya harus diperhatikan dari QS. al-Ghasyiyah: 17-18 dan QS. al-Dzariyat: 47.

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. (QS. al-Ghasyiyah: 17-18)
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa. (QS. al-Dzariyat: 47.)
           
            Terakhir, satu lagi yang menarik dari teori ini. Menurut George Gamov, jika alam semesta berasal dari sebuah ledakan yang tiba-tiba, maka seharusnya ada radiasi yang tersisa dari ledakan tersebut dan radiasi ini harus ada merata di seluruh alam semesta ini.
Dalam waktu dua dekade, bukti diperoleh. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penzias dan dan Robert Wilson menemukan sebentuk radiasi yang selama ini tidak teramati. Disebut dengan “Radiasi latar belakang kosmik”, radiasi ini tidak seperti apa pun yang berasal dari alam semesta karena luar biasa seragam. Radiasi ini tidak dibatasi; juga tidak mempunyai sumber tertentu; alih-alih radiasi ini tersebar merata di seluruh alam semesta.[18]
Pada tahun 1989, George Smoothdan tim NASA-nyameluncurkan sebuah satelit ruang angkasa sebuah instrumen sensitif yang disebut “Cosmic Background Emission” (COBE). Satelit itu hanya memerlukan waktu delapan menit untuk mendeteksi dan menegaskan tingkat radiasi yang dilaporakan Arno Penzias dan dan Robert Wilson.[19] Bukti tersebut, dan bukti-bukti lainnya semakin memperkokoh teori Bing Bang ini.

2)   Alam Semesta Diciptakan Dalam Enam Masa
            Mengenai penciptaan alam raya, patut kita perhatikan ayat berikut ini:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa… (QS. Al-A’raf: 54)
            Menurut Ibn Katsir, para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai yang dimaksud dengan enam masa dalam ayat di atas. Ada yang berpendapat maknanya adalah enam hari sebagaimana hari-hari biasa, dan ada pula yang berpendapat bahwa maknanya adalah 6.000 tahun, sesuai dengan riwayat yang datang dari Ibn Abbas yang menyatakan bahwa satu hari yang dimaksud dalam ayat di atas adalah seribu tahun hitungan kita hari ini.[20]
            Al-Asfahani, dalam kitabnya al-Mufradat fi Gharibil Quran menjelaskan, kalimat yaum (يَوْم)—bentuk tunggal dari kata Ayyam—penj.) dalam al-Quran digambarkan sebagai rentang waktu dari mulai terbitnya matahari sampai tenggelamnya, kadang pula digambarkan sebagai rentang waktu dari satu masa atau kejadian.[21] Seperti firman Alloh swt, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu…” (QS. Ali Imron: 155). Karena itu lah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, ada yang memahami kata hari pada ayat di atas dengan rentang waktu dari terbitnya matahari sampai tenggelamnya dan ada pula yang memahami sebagai satu masa atau kejadian pada waktu dahulu.
            Wallahu a’lam. Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, ayat ini menunjukkan bahwa menurut al Quran (baca—Islam,), alam semesta ini diciptakan dan bukan ada sejak ajali. Siapa yang menciptakan alam raya ini?, ayat di atas menjawab dengan tegas bahwa Alloh lah yang menciptakan semuanya.

3)   Bumi atau Langit Dulu?

            Perhatikan ayat berikut ini:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Baqoroh: 29)
            Menurut Ibn Katsir, ayat di atas adalah dalil bahwasannya Alloh swt menciptakan bumi dulu baru kemudian langit. [22] yang menjadi soal adalah, ayat di atas sepintas seperti bertentangan dengan ayat lain yang menyebutkan bahwa Alloh swt justru menciptakan langit terlebih dahulu sebelum bumi. Ayat yang seolah bertentangan dengan QS. al-Baqoroh: 29 di atas tersebut adalah sebagai berikut:

{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا * رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا * وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا * وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا * أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا} [النَّازِعَاتِ: 27-31]
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.  (QS. al-Nazi’at: 27-31)
Dari fakta tersebut, bahkan membuat seorang ulama tafsir sekelas al-Qurthubi lebih memilih untuk bersikap tawaqquf (menangguhkan) dalam persoalan ini. Ia tidak memilih salah satu dari dua kemungkinan yang ada.[23]
Namun, Ibn Katsir sendiri ketika menafsirkan ayat di atas, lalu mengetengahkan sebuah riwayat yang bisa menjadi kompromi pertentangan di atas. Sahabat Ibn Abbas pernah ditanya tentang permasalahan ini, ia menjawab, Sesungguhnya bumi diciptakan sebelum langit, hanya saja, memang bumi dihamparkan setelah langit. Ini pula yang menjadi jawaban para ulama dahulu dan sekarang. Demikian papar Ibn Katsir.[24]
Di antara temuan yang dicapai oleh sains modern bahwa planet bumi tercipta sejak 4,6 miliar tahun dan kehidupan dengan satu sel muncul di perairan (laut) untuk pertama kali sejak sekitar 3,5 miliar tahun. Stelah itu muncul kehidupan dengan multisel di lautan juga sekitar 2 miliar tahun dalam bentuk tumbuh-tumbuhan air berwarna hijau yang menjadi bahan makanan pokok bagi hewan-hewan air pertama.[25]
            Ahli biologi percaya bahwa sinar matahari  yang memancar berperan dalam memperoduksi oksigen yang cukup dalam sebuah proses yang mereka namakan “asimilasi udara”. Tumbuhan hijau memproduksi bahan makanan dari air yang terserap dari tanah dan karbon dioksida yang diisap dari udara dengan bantuan sinar matahari, sedangkan zat klorofil (zat hijau daun) dan pengeluaran oksigen, jmlahnya—pada atmosfer—tidak mengalami sperubahan sejak sekitar 2 juta tahun lalu. Hal itu menimbulkan keseimbangan yang diperlukan untuk pernapasan semua makhluk hidup.[26]
Uraian ini menunjukkan, bahwa sesaat setelah diciptakan, bumi tidak langsung bisa dihuni oleh makhluk hidup; apalagi manusia, Alloh swt terlebih dahulu menyempurnakan langit sebagai atap. Ada proses panjang “penyiapan” terlebih dahulu sampai bumi ini nyaman dan aman untuk dihuni oleh makhluk hidup termasuk manusia. Barangkali inilah isyarat yang terkandung dalam firman-Nya, Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.  (QS. al-Nazi’at: 30-31)



[1] Prof. Dr. Ahmad Fuadz Pasya, Dimensi Sains al-Quran: Menggali Ilmu Pengetahuan dari al-Quran, Solo, Penerbit Tiga Serangkai, cet. 2, thn. 2006, hal. 37, ter: Muhammad Arifin
[2] Ibid.
[3] Ibid, hal. 45
[4] Fuaz Noor, Berpikir Seperti Nabi: Perjalanan Menuju Kepasrahan, Yogyakarta, Penerbit LKiS, cetakan pertama, thn. 2009, hal. 12
[6] Dimensi Sains al-Quran: Menggali Ilmu Pengetahuan dari al-Quran, hal. 58-59
[7] Harun Yahya, The Creation of Universe. Terj. Oleh Ary Nilandari Penciptaan Alam Raya, Bandung, Dzikra, cetakan pertama, thn. 2003/1423 H, hal. 9
[8] Ibid
[9] Ibid.
[10] Ibid, hal. 7
[11] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, Dan Pemberitaan Gaib, Bandung, Mizan Pustaka, cet. 1, edisi ke-2, thn. 1434 H/2013 M, hal. 175.
[12] Ibid, hal. 176
[13] Harun Yahya, The Creation of Universe, hal. 9
[14] Ibid
[15] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran, hal. 176
[16] Dimensi Sains al-Quran, hal. 50
[17] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran, hal. 177
[18] Harun Yahya, The Creation of Universe, hal. 13
[19] Ibid.
[20] Ahmad al-Khani, Mukhtashor al Bidayah wa al Nihayah li al-Hafidz Ibn Katsir, Riyadh, Maktabah al-Salam, cetakan pertama, thn. 1429 H/2009 M, hal. 14
[21] Al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, Beirut, Dar al-Qalam, cetakan pertama, thn. 1412 H, hal. 894.
[22] Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Adhim, Dar al-Thayyibah, cet. 2, thn. 1420 H/1999 M, jld. 1, hal. 213
[23] Ibid, hal. 215
[24] Ibid. Untuk lebih lengkapnya silahkan rujuk langsung Tafsir Ibn Katsir.
[25] Dimensi Sains al-Quran, hal. 51
[26] Ibid.

0 komentar:

Posting Komentar