Pendahuluan: Al-Quran
Dan Sains
Di antara salah satu dari sekian kemukjizatan al-Quran, adalah fakta
bahwa kitab suci umat Islam ini juga menjadi sumber ilmu pengetahuan. Al-quran
memuat pengetahuan di masa lampau maupun di masa yang akan datang. Para ahli,
baik dari kalangan muslim maupun non muslim, berlomba untuk mengkaji dan
menggali sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Al-Qur'an.
Mengenai hubungan al-Quran dan ilmu pengetahuan, ada dua pendapat yang
berlainan.[1]
1)
Pertama, anggapan bahwa al-Quran tidak
mempunyai hubungan dengan ilmu
pengetahuan (sains). Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada manusia
untuk memberi petunjuk dan menerangkan tugas serta kewajiban manusia dan hukum-hukum
yang berkenaan dengan akhirat. Menurut
pendapat ini, masalah kemukjizatan al-Quran dari segi sains atau ilmu
pengetahuan justru hanya akan melemahkan dan mengeluarkan al-Quran dari tujuan
diturunkannya serta menunjukkan intervensi al-Quran terhadap segala hal yang
semestinya menjadi urusan akal manusia. Alasan kuat pendapat ini, adalah fakta
bahwa sains atau ilmu pengetahuan itu bersifat relatif, bisa benar dan bisa
juga salah; teori yang sekarang mapan dan diyakini kebenarannya bisa jadi
terbantahkan di kemudian hari karena muncul teori baru yang lebih kuat dan
lebih diyakini kebenarannya. Sedangkan al-Quran adalah wahyu Alloh yang pasti
benar tak mungkin keliru.
2)
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa al-Quran memiliki hubungan erat dengan
sains atau ilmu pengetahuan, bahwa kemukjizatan ilmiah dalam al-Quran justru
merupakan salah satu dari sekian bentuk penafsiran yang merupakan terobosan dan
pembaruan dalam mengajak manusia untuk memperoleh petunjuk Alloh.
Pendapat yang pertama, benar meski tidak sepenuhnya benar. Alloh swt
menghendaki bahwa pemberian petunjuk dan penerangan kepada manusia harus
dicapai dengan berbagai sarana termasuk sains. Alloh swt Yang Maha Mengetahui
mengajak berbicara kepada hamba-hambanya dengan sesuatu yang menyentuh hatinya dengan
lembut dan halus, tetapi di sisi yang lain mengetuk akal manusia dengan sangat
keras, yaitu lewat perenungan terhadap ayat-ayat kauniyah yang menjadi
tanda-tanda ciptaan Tuhan. [2]
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي
الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ
أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al
Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu? (QS. Fushilat: 53)
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
سَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَتَعْرِفُونَهَا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ
Dan
katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada
lalai dari apa yang kamu kerjakan". (QS. al-Naml: 93)
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 190-191)
Dalam al-Quran banyak disebut
tentang langit dan bumi, matahari, bulan dan rotasinya, timur dan barat,
galaksi, bintang dan planet, gejala siang dan malam, fajar dan senja, gelap dan
terang, laut, sungai, mata air, angin, awan, tebal yang mengandung hujan tipis,
kilat dan hujan, gunung yang menancap kuat di permukaan bumi dengan warna-warna
yang putih, merah, hitam dan hitam, dan sebagainya. Disebutkan pula tentang
hewan, seperti nyamuk, lebah, semut, laba-laba, dan sebagainya. Bahkan sadarkah
kita bahwa wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad saw (QS. al-Alaq:
1-5), dalam salah satu ayatnya menyinggung tentang penciptaan manusia?
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
(QS. al-A’laq: 2)
Betul bahwa sains atau ilmu pengetahuan itu relatif, berbagai
eksperimen bisa benar dan bisa juga salah. Namun juga tidak semuanya relatif,
beberapa hal yang sudah melalui uji eksperimental yang sangat teliti merupakan
fakta objektif dengan tingkat kebenaran dan ketepatan yang sangat tinggi.
Contohnya hukum Isaac Newton tentang gravitasi dan gerak. Temuan ini telah
teruji kebenarannya dan menghasilkan teknologi tinggi yang membantu manusia
menembus angkasa luar. Temuan ini juga memperkuat persepsi bahwa bumi itu bulat
dan berputar, bintang dan bulan bergerak pada porosnya masing-masing.
Fakta-fakta ini tidak dibatalkan oleh teori-teori yang muncul belakangan
berkenaan dengan relativitas, posibilitas, keraguan, dan mekanisme kuantitatif.[3]
Fakta bahwa al-Quran memiliki hubungan dengan ilmu pengetahuan ini juga
diakui oleh kalangan Barat. Salah satunya oleh Robert Jastrow sebagaimana
dikutip Fuaz Noor dalam buku “Berpikir Seperti Nabi”. Robert Jastrow dengan
nada sedikit guyonan berujar:
Para
ilmuwan mendaki gunung ketidaktahuan. Mereka hampir saja menundukkan puncaknya
yang tertinggi. Ketika mereka mencapai undakan batu teratas, mereka disambut
oleh segerombolan teolog yang sudah duduk di sana selama berabad-abad.[4]
Sangat menarik apa yang diungkapkan Robert Jastrow di atas, manusia
dengan lelah dan letih mendaki gunung ketidaktahuan, bereksperimen melalui
berbagai penelitian untuk memecahkan misteri alam raya. Tapi mereka ternyata
dikejutkan oleh orang-orang yang seolah tanpa peluh telah mengetahui kesimpulan
dari penelitian yang mereka lakukan. Siapakah mereka?, mereka adalah
orang-orang yang merenungkan isyarat-isyarat ilmiah dalam al-Quran, yakni para
ulama dan ilmuwan Islam.
Jadi, al Quran memang bukan kitab
ilmu pengetahuan, tapi al-Quran menyinggung fakta-fakta pengetahuan yang sangat
tepat.
Namun kendati seperti itu, tetap
saja tidak boleh sembarang orang berbicara tentang al-Quran tanpa ilmu. Hanya
orang tertentu saja yang sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh para ulama
yang boleh berbicara atau menafsirkan al-Quran. sekali lagi harus ditegaskan,
hanya orang tertentu saja yang sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh para
ulama yang boleh berbicara atau menafsirkan al-Quran.
Teori-teori Sains
Tentang Penciptaan Alam Semesta
Manusia berusaha memahami alam semesta ini dari
zaman dahulu bahkan sampai sekarang. Pada jaman kejayaan Yunani, orang percaya
bahwa Bumi merupakan pusat dari alam semesta ini ( Geosentrisme ). Namun,
berkat pengamatan dan pemikiran yang lebih tajam, pandangan itu berubah sejak
Zaman abad pertengahan yang dipelopori oleh Copernicus menjadi Heliosentrik,
yaitu matahari menjadi pusat beredarnya bumi dan planet-planet lain.
Pengertian alam semesta itu sendiri mencakup
tentang Mikrokosmos dan Makrokosmos. Mikrokosmos ialah benda-benda yang
mempunyai ukuran yang sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amoeba, dan
sebagainya.Sedangkan makrokosmos ialah benda-benda yang mempunyai ukuran yang
sangat besar, misalnya bintang, planet ataupun galaksi. Dengan diperolehnya
berbagai pesan dan beraneka ragam cahaya dari benda-benda langit yang sampai di
bumi.
1)
Teori Keadaan Tetap (Steady state Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Fred Hoyle, Herman Bondi, Thomas Gold (1948). Teori ini berdasarkan
prinsip kosmologi
sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta, dimana pun dan bilamanapun selalu
sama. Berdasarkan prinsip tersebutlah alam semesta terjadi pada suatu saat
tertentu dimasa yang telah lalu sampai sekarang. Segala sesuatu di alam semesta
ini selalu tetap sama walaupun galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu
sama lain. Teori ini ditunjang oleh kenyataan, bahwa galaksi baru mempunyai
jumlah yang sebanding dengan galaksi lama.Dengan kata lain bahwa tiap-tiap
galaksi yang terbentuk, tumbuh, menjadi tua, dan akhirnya mati, jadi, teori ini
beranggapan bahwa alam semesta itu tak terhingga besarnya dan tak terhingga
tuanya ( Tanpa awal dan tanpa akhir ).
2)
Teori Ledakan Besar (Big Bang Theory)
Teori
ledakan ini bertolak dari asumsi adanya suatu massa yang sangat besar dan
mempunyai berat jenis yang juga sangat besar. Kemudian massa tersebut meledak
dengan hebat karena adanya reaksi inti (George Lemaitre, 1930). Massa itu
kemudian berserak mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan.
Setelah berjuta-juta tahun, massa yang berserak itu membentuk kelompok-kelompok
galaksi yang ada sekarang. Mereka harus bergerak menjauhi titik pusatnya. Teori
ini didukung oleh kenyataan dari pengamatan bahwa galaksi-galaksi itu memang
bergerak menjauhi titik pusat yang sama. Selain itu, teori ini didukung oleh
pakar astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan radiasi gelombang
mikro.
Penciptaan Alam
Semesta Menurut al-Quran: Alam Semesta Diciptakan Dari Ketiadaan
Masalah penciptaan alam semesta sebenarnya adalah perkara ghaib, yang
berarti tidak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh swt; Aku tidak
menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan
langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah
Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong. (QS.
al-Kahfi: 51). Namun ini juga tidak menghalangi kaum cendekiawan –berkat
Islam—untuk terus melakukan penelitian dan pembahasan tentang ayat-ayat Alloh
di alam raya agar manusia makin bertambah iman pada kekuasaan dan keesaan sang
pencipta. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya...” (QS.
al-Ankabut: 20)[6]
Ketika berbicara tentang
penciptaan alam semesta, kita sepertinya tidak mungkin melupakan nama Adnan
Oktar atau lebih dikenal dengan nama pena Harun Yahya. Penulis kenamaan asal
Turki ini banyak berbicara tentang sains al-Quran dalam berbagai karyanya yang
juga sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa buku
karyanya yang berbicara mengenai penciptaan alam semesta dalam al Quran, di
antaranya seperti buku “Keajaiban al-Quran”, “Pesona al-Quran”, “Penciptaan
Alam Raya”, dan sebagainya.
Menurutnya, seabad yang
lalu, penciptaan alam semesta adalah sesuatu yang diabaikan para ahli
astronomi. Alasannya karena anggapan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu
yang tak terbatas. Dalam mengkaji alam semesta, ilmuwan beranggapan bahwa jagat
raya hanyalah akumulasi materi dan tidak mempunyai awal, tidak ada yang namanya
penciptaan.[7]
Namun, anggapan di atas
tidak bertahan selamanya. Tahun 1920-an adalah tahun terpenting dalam dunia
astronomi modern. Pada tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman,
menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa strukutr alam semesta tidaklah
statis dan bahwa impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan struktur
keseluruhan mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas Einstein. George
Lemaitre adalah orang pertama yang menyadari apa arti perhitungan Friedman.
Berdasarkan perhitungan ini, astronomer Belgia, Lemaitre, menyatakan bahwa alam
semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia megembang sebagai akibat dari sesuatu
yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of
radiaton) dapat digunakan sebagai ukuran akibat (afermath) dari
“sesuatu itu”.[8]
Pemikiran dua ilmuwan di
atas tidak menarik banyak perhatian dan barangkali akan terabaikan kalau saja
tidak ditemukan bukti pengamatan baru yang akan mengguncangkan dunia ilmiah
pada tahun 1929. Tahun di mana astronomer Amerika Edwin Hubble menemukan bahwa
cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa
pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi.
Penemuan ini mengguncangkan landasan model alam semseta yang dipercaya saat
itu.[9] Dari
penemuan Hubble inilah yang selanjutnya akan dikenal dengan teori penciptaan
Dentuman Besar (Bing Bang).
Dalam The Creation of
Universe, Harun Yahya mengutip pernyataan seorang Profesor Kosmologi bernama
Andre Linde. Andre Linde menyatakan:
Dalam bentuk
standarnya, teori Dentuman Besar (Bing Bang) mengasumsikan bahwa semua bagian
jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun, bagaimana semua bagian
jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka? Siapa yang
memberi perintah?[10]
Pernyataan yang sangat
menarik dari seorang ahli kosmologi. Sebuah pertanyaan yang tidak akan muncul
kecuali dari akal fikiran yang sehat. Jawabannya bisa didapatkan dengan fikiran
yang sehat pula, yaitu pikiran yang merenungkan alam semesta dengan bimbingan
wahyu, dan memosisikan alam semesta ini sebagai tanda-tanda kebesaran Alloh
swt.
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ...
Dia
Pencipta langit dan bumi... (QS. al-An’am: 101)
Bagaimana
semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan
mereka? Siapa yang memberi perintah?.
Alloh swt lah yang memberi perintah.
Dia lah Tuhan, Sang Pengurus yang menciptakan dan mengurus semua ciptaannya.
1)
Proses
Penciptaan: Alam Semesta Mengembang
Perhatikan ayat berikut
ini:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ
كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?. (QS. al-Anbiya: 30)
Ayat al-Quran di atas, menyatakan
bahwa bumi dan langit asalnya adalah satu, sebelum Alloh swt memisahkannya. Seperti
yang dikemukakan oleh Prof. Quraisy Shihab, ayat di atas tidak menjelaskan
bagaimana proses pemisahan itu terjadi, tetapi isyarat yang ditegaskannya bahwa
alam raya (bumi dan langit—penj) asalnya adalah satu adalah tepat. Pemisahan
bumi dan langit tersebut dibenarkan oleh observasi para ilmuwan.[11]
Observasi Edwin Hubble (1889-1953),
melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti alam
semesta berekspansi dan tidak statis (tetap).[12] Ketika
mengamati sejumlah bintang dengan teleskop raksasanya, Hubble menemukan bahwa
cahaya bintang bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa
pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi.[13]
Menurut aturan fisika yang
diketahui, spektrum berkas cahaya yang mendekati titik observasi cenderung ke
arah ungu, sementara spektrum cahaya yang menjauhi titik observasi cenderung ke
arah merah (seperti suara peluit kereta yang semakin samar ketika kereta
semakin jauh dari pengamat). Pengamatan Hubble ini menunjukkan bahwa menurut
hukum ini, benda-benda luar angkasa menjauh dari kita. Tidak lama kemudian
Hubble membuat penemuan penting lagi; bintang-bintang tidak hanya menjauhi
bumi; mereka juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa
diambil dari alam semesta di mana segala sesuatunya saling menjauh adalah bahwa
alam semesta dengnan konstan “mengembang” atau “memuai”.[14]
Ekspansi itu, menurut
fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968), melahirkan seratus miliar galaksi
yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi, sebelumnya,
apabila ditarik kebelakang, semuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari
neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan yang dikenal dengan istilah Bing
Bang.[15]
Pada tahun 1948, seorang
ahli fisika, George Hamow, mengemukakan bahwa teori Bing Bang ini merupakan
teori yang paling dapat diterima berkenaan dengan penafsiran pertumbuhan alam
materi secara keseluruhan. Teori ini menggambarkan bahwa alam semesta pada
awalnya ada dalam sebuah ruang yang besarnya tidak seberapa. Para ilmuwan
menyebutnya ovum. Ovum alam raya in dalam tekanan yang sangat besar yang makin
menambah tingkat kepdatannya, demikian juga suhu yang besar menjadikannya
selalu berada dalam kondisi statis terhadap semua atom. Ketika itu terjadilah
ledakan besar dalam waktu tertentu, yang menurut perhitungan ilmiah yang paling kuat, sekitar 12-20 juta tahun
yang lalu. Ledakan itu mengakibatkan galaksi saling berjauhan, kepadatan
menjadi berkurang, dan suhu panas juga berkurang secara perlahan sehingga hal
itu menjadi sarana paling penting yang membantu para ahli dalam memahami alam
semesta.[16]
Sederhananya, alam semesta
ini asalnya ada pada satu titik atau gumpalan yang kemudian meledak, dan dari
ledakan itu terbentuklah alam semesta yang terdiri dari bintang planet-planet,
dsb. Barangkali inilah yang diisyaratkan oleh Alloh swt dalam al-Quran bahwa
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. (QS. al-Anbiya: 30).
Tadinya,
penemuan ini diduga sebagai suatu kesalahan, tetapi lama kelamaan diterima oleh
banyak ilmuwan, akhirnya mereka menyatakan adanya apa yang dinamai “The
Expanding Universe”. Menurut teori ini, alam semesta bersifat seperti balon
atau gelembung karet yang sedang ditiup ke segala arah. Langit yang kita lihat
sekarang sebenarnya semakin tinggi dan semakin mengembang ke segala arah dengan
kecepatan yang luar biasa.[17]
Ini
juga yang nampaknya harus diperhatikan dari QS. al-Ghasyiyah: 17-18 dan QS.
al-Dzariyat: 47.
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى
الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?. (QS. al-Ghasyiyah: 17-18)
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا
بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa. (QS. al-Dzariyat: 47.)
Terakhir, satu lagi yang menarik
dari teori ini. Menurut George Gamov, jika alam semesta berasal dari sebuah ledakan yang tiba-tiba, maka
seharusnya ada radiasi yang tersisa dari ledakan tersebut dan radiasi ini harus
ada merata di seluruh alam semesta ini.
Dalam waktu dua dekade, bukti diperoleh. Pada tahun 1965,
dua peneliti bernama Arno Penzias dan dan Robert Wilson menemukan sebentuk
radiasi yang selama ini tidak teramati. Disebut dengan “Radiasi latar belakang
kosmik”, radiasi ini tidak seperti apa pun yang berasal dari alam semesta
karena luar biasa seragam. Radiasi ini tidak dibatasi; juga tidak mempunyai
sumber tertentu; alih-alih radiasi ini tersebar merata di seluruh alam semesta.[18]
Pada
tahun 1989, George Smoothdan tim NASA-nyameluncurkan sebuah satelit ruang
angkasa sebuah instrumen sensitif yang disebut “Cosmic Background Emission”
(COBE). Satelit itu hanya memerlukan waktu delapan menit untuk mendeteksi dan
menegaskan tingkat radiasi yang dilaporakan Arno Penzias dan
dan Robert Wilson.[19] Bukti tersebut, dan bukti-bukti lainnya semakin memperkokoh teori
Bing Bang ini.
2)
Alam Semesta Diciptakan Dalam Enam Masa
Mengenai penciptaan alam raya, patut
kita perhatikan ayat berikut ini:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ…
Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa… (QS. Al-A’raf: 54)
Menurut
Ibn Katsir, para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai yang dimaksud dengan
enam masa dalam ayat di atas. Ada yang berpendapat maknanya adalah enam hari sebagaimana
hari-hari biasa, dan ada pula yang berpendapat bahwa maknanya adalah 6.000
tahun, sesuai dengan riwayat yang datang dari Ibn Abbas yang menyatakan bahwa
satu hari yang dimaksud dalam ayat di atas adalah seribu tahun hitungan kita
hari ini.[20]
Al-Asfahani, dalam kitabnya al-Mufradat fi Gharibil Quran
menjelaskan, kalimat yaum (يَوْم)—bentuk tunggal dari kata Ayyam—penj.) dalam al-Quran digambarkan sebagai rentang waktu dari mulai terbitnya matahari sampai
tenggelamnya, kadang pula digambarkan sebagai rentang
waktu dari
satu masa atau kejadian.[21] Seperti firman Alloh swt, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari
bertemu dua pasukan itu…” (QS. Ali Imron: 155). Karena itu lah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, ada
yang memahami kata hari pada ayat di atas dengan rentang waktu dari terbitnya
matahari sampai tenggelamnya dan ada pula yang memahami sebagai satu masa atau
kejadian pada waktu dahulu.
Wallahu a’lam. Terlepas dari
perbedaan pendapat di atas, ayat ini menunjukkan bahwa menurut al Quran (baca—Islam,),
alam semesta ini diciptakan dan bukan ada sejak ajali. Siapa yang menciptakan
alam raya ini?, ayat di atas menjawab dengan tegas bahwa Alloh lah yang
menciptakan semuanya.
3)
Bumi atau Langit Dulu?
Perhatikan ayat berikut ini:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ
مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ
سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan)
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu. (QS. al-Baqoroh: 29)
Menurut Ibn
Katsir, ayat di atas adalah dalil bahwasannya Alloh swt menciptakan bumi dulu
baru kemudian langit. [22] yang
menjadi soal adalah, ayat di atas sepintas seperti bertentangan dengan ayat
lain yang menyebutkan bahwa Alloh swt justru menciptakan langit terlebih dahulu
sebelum bumi. Ayat yang seolah bertentangan dengan QS. al-Baqoroh: 29 di atas
tersebut adalah sebagai berikut:
{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ
خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا * رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا * وَأَغْطَشَ
لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا * وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا * أَخْرَجَ
مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا} [النَّازِعَاتِ: 27-31]
Apakah
kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,
dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan
siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya,
dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (QS. al-Nazi’at: 27-31)
Dari
fakta tersebut, bahkan membuat seorang ulama tafsir sekelas al-Qurthubi lebih
memilih untuk bersikap tawaqquf (menangguhkan) dalam persoalan ini. Ia
tidak memilih salah satu dari dua kemungkinan yang ada.[23]
Namun,
Ibn Katsir sendiri ketika menafsirkan ayat di atas, lalu mengetengahkan sebuah riwayat
yang bisa menjadi kompromi pertentangan di atas. Sahabat Ibn Abbas pernah
ditanya tentang permasalahan ini, ia menjawab, Sesungguhnya bumi diciptakan
sebelum langit, hanya saja, memang bumi dihamparkan setelah langit. Ini pula
yang menjadi jawaban para ulama dahulu dan sekarang. Demikian papar Ibn Katsir.[24]
Di
antara temuan yang dicapai oleh sains modern bahwa planet bumi tercipta sejak
4,6 miliar tahun dan kehidupan dengan satu sel muncul di perairan (laut) untuk
pertama kali sejak sekitar 3,5 miliar tahun. Stelah itu muncul kehidupan dengan
multisel di lautan juga sekitar 2 miliar tahun dalam bentuk tumbuh-tumbuhan air
berwarna hijau yang menjadi bahan makanan pokok bagi hewan-hewan air pertama.[25]
Ahli biologi percaya bahwa sinar
matahari yang memancar berperan dalam
memperoduksi oksigen yang cukup dalam sebuah proses yang mereka namakan
“asimilasi udara”. Tumbuhan hijau memproduksi bahan makanan dari air yang
terserap dari tanah dan karbon dioksida yang diisap dari udara dengan bantuan
sinar matahari, sedangkan zat klorofil (zat hijau daun) dan pengeluaran
oksigen, jmlahnya—pada atmosfer—tidak mengalami sperubahan sejak sekitar 2 juta
tahun lalu. Hal itu menimbulkan keseimbangan yang diperlukan untuk pernapasan
semua makhluk hidup.[26]
Uraian
ini menunjukkan, bahwa sesaat setelah diciptakan, bumi tidak langsung bisa
dihuni oleh makhluk hidup; apalagi manusia, Alloh swt terlebih dahulu menyempurnakan
langit sebagai atap. Ada proses panjang “penyiapan” terlebih dahulu sampai bumi
ini nyaman dan aman untuk dihuni oleh makhluk hidup termasuk manusia.
Barangkali inilah isyarat yang terkandung dalam firman-Nya, Dan
bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan
daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (QS. al-Nazi’at:
30-31)
[1] Prof. Dr. Ahmad Fuadz Pasya, Dimensi Sains al-Quran: Menggali Ilmu
Pengetahuan dari al-Quran, Solo, Penerbit Tiga Serangkai, cet. 2, thn.
2006, hal. 37, ter: Muhammad Arifin
[2] Ibid.
[3] Ibid, hal. 45
[4] Fuaz Noor, Berpikir Seperti Nabi: Perjalanan Menuju Kepasrahan,
Yogyakarta, Penerbit LKiS, cetakan pertama, thn. 2009, hal. 12
[5] http://mahadua.wordpress.com/2014/02/24/teori-terbentuknya-alam-semesta/
(04 januari 2015, pkl. 07.52 WIB)
[6] Dimensi Sains al-Quran: Menggali Ilmu Pengetahuan dari al-Quran, hal.
58-59
[7] Harun Yahya, The Creation of Universe. Terj. Oleh Ary Nilandari
Penciptaan Alam Raya, Bandung, Dzikra, cetakan pertama, thn. 2003/1423
H, hal. 9
[8] Ibid
[9] Ibid.
[10] Ibid, hal. 7
[11] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, Dan Pemberitaan Gaib, Bandung, Mizan Pustaka, cet. 1, edisi
ke-2, thn. 1434 H/2013 M, hal. 175.
[12] Ibid, hal. 176
[13] Harun Yahya, The Creation of Universe, hal. 9
[14] Ibid
[15] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran, hal. 176
[16] Dimensi Sains al-Quran, hal. 50
[17] M. Quraisy Syihab, Mukjizat al-Quran, hal. 177
[18] Harun Yahya, The Creation of Universe, hal. 13
[19] Ibid.
[20] Ahmad al-Khani, Mukhtashor al Bidayah wa al Nihayah li al-Hafidz
Ibn Katsir, Riyadh, Maktabah al-Salam, cetakan pertama, thn. 1429 H/2009 M,
hal. 14
[21] Al-Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, Beirut, Dar al-Qalam,
cetakan pertama, thn. 1412 H, hal. 894.
[22] Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Adhim, Dar al-Thayyibah, cet. 2,
thn. 1420 H/1999 M, jld. 1, hal. 213
[24] Ibid. Untuk lebih lengkapnya silahkan rujuk langsung Tafsir Ibn
Katsir.
[25] Dimensi Sains al-Quran, hal. 51
[26] Ibid.
0 komentar:
Posting Komentar