Minggu, 23 Februari 2014

Pembahasan Hadits “Neraka Tidak Akan Penuh Sampai Allah Memasukkan Kaki-Nya Ke Dalamnya”


Anggi Gusela
حدثناعبدالله بن محمد حد ثناعبدالرزاق أخبرنا معمرعن همام عن ابى هريرة ر.ع قا ل: قا ل النبي ص: تحاجت الجنة والنار, فقالت النار: أوثرت بالمتكبر المتجبرين, وقالت الجنة: مالي لايدخلني إلا ضعفاءالناس وسقطهم, قا ل الله تبارك وتعالي للجنة: أنتِ رحمتى أرحم بك من اشاء من عبادي, وقال للنار: انما انت عذاب اعذب بك من اشاء من عبادي, ولكل واحدة منهما ملؤها, فاما النار فلا تمتلئ حتي يضع رجله فتقول: قط قط قط, فهنالك تمتلئ ويزوى بعضها الي بعض, ولا يظلم الله عز وجل من خلقه احدا. واما الجنة فان الله عز وجل ينشئ لها خلقا.[1]

 “…. Hadits dari Abi Hurairah r.a dia berkata: “ Nabi Saw. Bersabda: “surga dan neraka berbantah-bantahan, neraka berkata, ‘aku dikhususkan bagi orang-orang yang sombong dan angkuh.’ Surga berkata,’tidak akan memasukiku kecuali orang-orang yang lemah dan hina.’ Allah befirman kepada surga,’engkau adalah rahmatku, denganmu aku memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Ku yang aku kehendaki.’ Dan Allah berfirman kepada neraka,’ engkau adalah siksa-Ku, denganmu Aku menyiksa orang-orang yang Aku kehendaki.’ Bagi Masing-masing dari keduany (adalah) isinya
sendiri-sendiri. Adapun neraka tidak akan terisi penuh sampai Allah meletakan kaki-Nya, lalu neraka itu berkata,’ cukup..cukup..cukup…’ di sanalah ia dipenuhi dari sudut yang satu kepada sudut yang  lainnya, dan Allah ‘azza wa jalla tidak akan menganiaya seorang pun dari mahluk-Nya. Adapun surga, maka sesungguhnya Allah menciptakan mahluk yang lain baginya.”
Kritik Hadis
            Sharafudden al Musawi[2] dalam kritiknya terhadap Abu Hurairah berpendapat bahwa hadis ini mustahil baik secara akal maupun syariat. Dia mengatakan: “ Apakah kaum muslim yang mengagungkan Allah meyakini bahwa Allah memiliki sebuah kaki? Apakah manusia waras meyakini bahwa Allah memasukkan kaki-Nya ke neraka agar dapat memenuhinya? Dengan bahasa apa surga dan neraka bertengkar? Dengan indra apakah mereka merasa serta berpikir dan mengetahui orang-orang yang masuk ke dalam neraka? Apa kebaikan yang dimiliki orang-orang sombong serta tiran-tiran sehinga neraka jahanam bangga, sementara mereka tengah didera oleh siksa? Dan apakah surga berpikir bahwa orang yang masuk ke dalamnya adalah orang yang miskin dan melarat, sementara mereka adalah orang-orang yang telah Allah ridhai? Mereka adalah nabi-nabi, orang-orang yang benar (siddiq), syuhada, serta orang-orang yang lurus. Saya tidak beranggapan bahwa surga dan neraka demikian bodoh, tolol serta pandir”[3].
            Untuk memperkuat kritiknya al Musawi juga memberikan hujjah dengan sebuah ayat Quran yang berbunyi “Allah berfirman ‘maka yang benar (adalah sumpahku), dan hanya kebenaran itulah yang aku katakan. Sungguh aku akan memenuhi neraka jahanam dengan kamu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.’” (QS. Shad: 84-85).
            Dapat kita pahami bahwa maksud dari al Musawi adalah ia ingin mengatakan adanya ketanaqudan (pertentangan) yang nampak dari hadis Abu Hurairah ini dengan salah satu dari ayat Qur’an, di satu sisi Quran mengatakan Allah akan memenuhi neraka dengan setan dan pengikut-pengikutnya (orang-orang yang sombong dan membangkang), sedangkan di sisi lain hadis dari Abu Hurairah mengatakan bahwa neraka itu tidak akan penuh kecuali sesudah Allah Swt. memasukan kaki-Nya ke dalamnya.
Tanggapan terhadap Kritik al Musawi
          Pertama, Surga dan neraka adalah termasuk hal yang ghaib, dan salah satu dari tanda orang yang bertaqwa adalah percaya kepada hal yang ghaib[4]. Ghaib itu adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan panca indra, tidak dapat diputuskan oleh akal, dan hanya dapat diketahui dengan kabar/berita yang dijelaskan oleh nabi[5].
            Berbicara tentang hal yang ghaib tentunya hanya Allah Swt saja yang tahu, kita sebagai manusia biasa tidak mengetahui apapun kecuali yang Allah jelaskan dalam al Qur’an atau yang nabi jelaskan dalam hadis. Jika al Musawi menolak hadis ini karna tidak masuk akal, lalu bagaimana dengan ayat-ayat lain yang menerangkan hal ghaib yang juga tidak masuk di akal? Apakah juga harus ditolak?, contohnya dalam ayat-ayat lain Allah menyatakan “ar rahmanu ‘alal ‘arsyistawa”, jika di tanya arsy itu bagaimana apakah kita tahu?, di ayat lain istri fir’aun berdo’a agar dibangun untuknya rumah di surga, apa kita tahu bagaimana bentuk rumah di surga itu?dari apa dibuatnya? apakah sama dengan rumah yang ada di dunia? Di ayat lain juga Allah Swt. Berfirman “masuklah kalian ke dalam pintu jahanam….”, jika ditanya bagaimana pintu jahanam itu, apakah kita tahu? Jawabannya tentu “tidak”[6].
            Tidak hanya dalam hal ghaib saja, bahkan dalam ibadah pun tidak semua dapat dipahami oleh akal, seperti ketika batal wudhu karna kentut, yang kentut itu bokong tapi kenapa yang diusap itu wajah? Ketika berwudhu dengan memakai sepatu, yang kotor itu bagian bawah dari sepatu, tapi kenapa yang diusap itu justru atasnya?.  Maka dari itu kita harus ingat sabda nabi, “jika ada sesuatu urusan dari duniamu, maka kamu lebih tahu. Dan apabila ada urusan agamamu, maka kembalikanlah padaku[7]”.
            Kedua, jika al Musawi menolak hadis ini karna alasan penolakannya terhadap Abu Hurairah, lalu bagaimana dengan hadis dari Anas bin Malik yang juga senada dengan hadis ini?[8].
            Ketiga, tanaqud menurut para ahli mantiq adalah perselisihan dua keputusan antara menetapkan sesuatu dan meniadakan/menghapusnya, serta yang benar di antara keduanya hanya satu. Jika QS. Shad: 84-85 ini ingin disebut bertentangan dengan hadis dari Abu Hurairah maka harus memenuhi satu dari delapan syarat tanaqud yaitu, maudhu’, mahmul, zaman, makan, quwwah wal fi’il, juz’i wa kulli, syarat dan idhafah[9].
            Imam Bukhari menyimpan hadis ini pada bab “wa yaquulu hal min maziid (masihkah ada tambahan?[10])”. mengenai ayat ini Ibn katsir mengutip satu riwayat dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin bin Aslam, menurutnya firman Allah “apakah kamu sudah penuh?” Allah mengatakannya setelah ia meletakkan kaki-Nya di atasnya memenuhi dari sudut ke sudut. Kemudian neraka berkata: “apakah masih ada tambahan?”. Al Aufi meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a: “ yang demikian itu terjadi pada saat tidak ada sedikit pun tempat yang memungkinkan untuk di tempati[11].
            Sementara itu M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya bahwa jawaban neraka “apakah masih ada tambahan?” mengisyaratkan kebuasan dan kegembiraanya dalam menyiksa siapa saja yang masuk ke dalamnya. Mengenai ketanaqudan yang nampak, Quraish Shihab menampiknya dengan menyatakan bahwa ‘pertanyaan’ dan ‘jawaban’ tersebut sebelum selesainya penghuni neraka masuk ke sana, maksudnya manusia tidak sekaligus dimasukkan ke neraka semuanya. Atau makna memenuhkan adalah memasukkan dengan banyak – walau masih ada bagian-bagiannya yang kosong--. Seperti jika kita berkata: “stadion telah penuh dengan penonton.” Ada pula yang mengatakan: “Sungguh aku akan memenuhi neraka jahanam dengan kamu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.” Pertanyaan ini dijawab dengan gaya bertanya pula tetapi maksudnya ialah “Tidak ada lagi tempat yang kosong[12]”.
Kesimpulan
          Sebagaimana sabda Nabi Saw. “jika ada sesuatu urusan dari duniamu, maka kamu lebih tahu. Dan apabila ada urusan agamamu, maka kembalikanlah padaku”. Kesimpulannya, dalam urusan yang ghaib akal itu terbatas, tidak mungkin akal kita bisa memahaminya, maka yang harus kita lakukan adalah mengimani apa yang sudah Allah Swt. Dan Rasulnya jelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
            Mengenai ketanaqudan ayat, setelah melihat berbagai riwayat, maka kesimpulannya adalah ayat dan hadis dari Abu Hurairah ini sama sekali tidak tanaqud/bertentangan. Mengingat syarat dari tanaqudnya pun tidak terpenuhi. Seperti zaman/waktu, Ibn Abbas mengatakan “ yang demikian itu terjadi pada saat tidak ada sedikit pun tempat yang memungkinkan untuk di tempati”, atau seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa ‘pertanyaan’ dan ‘jawaban’ tersebut sebelum selesainya penghuni neraka masuk ke sana, maksudnya manusia tidak sekaligus dimasukkan ke neraka semuanya.



[1] Sahih al-Bukhari, jld.III, hal.127.
[2] Pengarang buku “Menggugat Abu Hurairah: Menelusuri jejak langkah dan Hadis-hadisnya”.
[3] Lihat Pustaka Zahra, cet.2, 2002, hal.70-71 “Menggugat Abu Hurairah: Menelusuri jejak langkah dan Hadis-hadisnya” .
[4] QS. al Baqarah: 3.
[5] Mu’jam Mufradat fii Alfadil Qur’an, al Ashfahani, hlm.370.
[6] QS. Taha:5, QS. At Tahrim:11, QS. Az Zumar:72
[7] H.R. Ahmad.
[8] Lihat sahih Bukhari bab “wa yaquulu hal min maziid (QS. Qaf:30)”.
[9] Lihat Ilmu mantiq, A. Zakarya, cet.1, hal.40-41.
[10] QS. Qaf: 30.
[11] Lihat Pustaka Imam Asy Syafi’I, Tafsir Ibn Katsir, jld.9, cet.1 2008, hlm. 129.
[12] Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jld. 13, hlm. 308-309.

0 komentar:

Posting Komentar